Siapa yg tak tau Metro TV dan TV One? Utk saat ini kedua stasiun tv tsb bs dibilang adalah stasiun tv berita paling tersohor di Indonesia. Stasiun tv yg mayoritas acaranya adalah berita tsb biasanya selalu terdepan dlm mengabarkan sebuah peristiwa sehingga di mata sebagian besar masyarakat mungkin kedua stasiun tv tsb merupakan stasiun tv berita paling kr
edibel di Indonesia. Itupun msh ‘mungkin’ yah… :D
Namun kredibilitas kedua stasiun tv berita tsb saat ini benar-benar dipertanyakan. Kedua stasiun tv berita tsb benar-benar telah membuat pemberitaan yg menimbulkan kontroversi dan bisa dibilang telah menyakiti hati org lain, bahkan membuat pemberitaan yg cenderung fitnah. Sangking semangatnya memberitakan soal teroris, pemberitaan mereka menjadi serampangan. Bahkan mungkin di dlm kode etik dunia jurnalistik, kesalahan tsb sangat fatal sekali.
Pertama adalah kesalahan yg dilakukan Metro TV. Berbekal hasil pendapat dan pengamatan dr seorang profesor universitas terkenal yg saat itu mjd narasumber, Metro TV langsung mem-publish hasil pendapat dan ‘pengamatan’ profesor yg menyimpulkan bahwa ekstrakurikuler yg ber-’basecamp’ di masjid-masjid sekolah adalah cikal bakalnya lahirnya teroris baru (muda). Dan hasil pengamatan tsb tanpa pikir panjang langsung dipublish tanpa melakukan filterisasi terlebih dahulu. Tentunya hal tsb membuat pelajar dan alumni ‘ROHIS’ marah dan tersinggung.
Metro TV seolah tanpa tanggung jwb ‘melempar’ opini kpd masyarakat dan menyerahkan kesimpulan jg kpd masyarakat mengenai ‘hasil’ pengamatan profesor tsb yg secara tdk langsng menyebut bahwa ‘ROHIS’ adalah cikal bakal lahirnya teroris baru. Siswa-siswi ‘ROHIS’ tentu tdk terima atas pemberitaan tsb. Gelombang protes pun dilancarkan kpd Metro TV. Pada akhirnya Metro TV memang telah meminta maaf atas kesalah pahaman tsb, perlu digaris bawahi ‘meminta maaf atas kesalah pahaman‘, namun bukan meminta maaf telah ‘membantu’ menyebarkan opini yg ‘menggiring’ bahwa ‘ROHIS’ adlh cikal bakal teroris baru.
Walaupun sudah ‘meminta maaf’ pun, Metro TV masih sempat-sempatnya ‘membela diri’. Dengan mencoba ‘bermain’ kata, Metro TV tetap bersikeras bahwa mereka tdk menyebut kata ‘ROHIS’, namun anehnya pihak Metro TV tdk menjelaskan apa ekstrakurikuler yg dimaksud tsb?
Yah begitulah, seenaknya ‘melempar’ opini dan menyerahkan kesimpulan kpd masyarakat, namun ketika masyarakat marah dan tersinggung, mereka dg ‘enteng’-nya meminta maaf atas kesalah pahamannya saja, itupun minta maaf hanya dilakukan di website mereka, bukan di televisi (koreksi jika saya salah) sebagaimana mereka menyiarkan pemberitaan yg menyakiti hati orang lain tsb. Padahal tdk semua org yg menonton acara Metro TV itu suka membuka website mereka juga.
Kedua adalah kesalahan yg dilakukan oleh TV One. Kesalahan TV One yg satu ini benar-benar sangat fatal. Melakukan fitnah dan pencemaran nama baik dlm bentuk berita. Entah kaidah jurnalistik model apa yg digunakan oleh redaksi TV One dlm menciptakan sebuah berita dan informasi.
TV One dg sumber dan pengetahuan yg terbatas seolah ingin mencoba mengurai jaringan teroris dlm bentuk bagan yg disertai dg foto-foto teroris. Di dlm salah satu jaringan teroris tsb ada seorg teroris yg bernama ‘Baderi’. Namun fatalnya, foto yg dipasang pd nama ‘Baderi’ bukanlah ‘Baderi’ teroris yg dimaksud, melainkan adalah ust. DR. Muhammad Arifin Badri, MA yg merupakan seorg ustadz dan juga dosen salah satu sekolah tinggi Islam di Jember lulusan Universitas Madinah Arab Saudi yg justru dakwahnya sangat menentang aksi terorisme atas nama agama. Entah apa dasarnya TV One dg ‘enteng’ memasang foto ust. Badri ke dlm salah satu jaringan teroris. Apakah karena ust. Badri berjenggot sehingga redaksi TV One sangat yakin dan tanpa segan-segan memasang foto beliau? Waallahu ‘alam.
Berbeda dg Metro TV, TV One sepertinya msh jauh lbh ‘gentle’ ketimbang Metro TV. TV One benar-benar meminta maaf secara terbuka atas kelalaian dan kecerobohan mereka dlm melakukan pemberitaan dan ust. Badri sepertinya sdh memaafkanya dan lebih memilih jalur damai. Selain meminta maaf langsung kpd ustadz, TV One jg telah memberikan hak jawab utk ust. Arifin Badri secara terbuka dan disiarkan secara ‘live’.
Kedua kasus tsb bs dijadikan pelajaran bagi kedua stasiun tv berita tsb dan juga stasiun tv lain agar lebih berhati-hati dlm membuat berita dan mendatangkan narasumber. Jangan sampai maksud hati ingin membuat berita yg mencerdaskan, tapi malah justru membuat berita yg menyesatkan.